
Apakah sedang memilih saham properti, dan tentu menginginkan adanya dividen yang menguntungkan? Tentunya dalam hal ini, Anda mencermati pos ‘laba bersih’ satu pengembang properti, dari waktu ke waktu.
Bila laba bersih terus naik/bagus, berarti dividen yang diberikan pun selalu naik.
Namun ada satu pos yang perlu dicermati. Yakni sebagai berikut: ‘laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk’.
Penjelasannya, secara ringkas-sederhana, dapat kita katakan bahwa ‘laba yang dapat diatribusikan’ adalah laba yang didapat pengembang, setelah dipotong hak para pihak pemegang saham nonpengendali, yang bermitra dalam proyek properti.
Walhasil, ‘laba yang dapat diatribusikan’, nilainya bisa lebih kecil daripada ‘laba bersih’.
Dan yang menjadi acuan pembagian dividen, adalah pos ‘laba yang dapat diatribusikan’, yang nilainya bisa lebih kecil daripada ‘laba bersih’.
Jadi, perhitungkan tren kenaikan ‘laba yang dapat diatribusikan’ tersebut.
Pengembang properti yang banyak kerja sama pengembangan proyek dengan pihak lain—misalnya bermitra dengan pemilik lahan dan membentuk perusahaan patungan—bisa mendapatkan selisih signifikan antara ‘laba bersih’ dengan ‘laba yang dapat diatribusikan’.
Sebagai contoh, pada satu tahun pembukuan, pengembang B mendapatkan ‘laba bersih’ Rp 1,8 triliun. Setelah dipotong untuk hak para mitra kerja sama, pos ‘laba yang diatribusikan’ mencatat nilai ini: Rp 1,3 triliun atau berkurang 27-an persen. (Dhi)